Oleh : A.A. Ma’ruf
“Berapa
guru yang masih tersisa?” Itulah pertanyaan yang pertama kali dilontarkan
kaisar Hirohito setelah Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakkan bom nuklir oleh
sekutu pada tahun 1945. Mengapa bukan pertanyaan mengenai berapa kerugian yang
diderita, atau berapa pabrik yang hancur? Beberapa dekade setelah peristiwa itu
Jepang kembali menjadi negara yang kuat. Hal itu tentu saja tidak terlepas dari
perhatian yang sangat kuat pemerintah Jepang yang terhadap guru.
Bangsa
kita sudah 71 tahun merdeka. Jumlah guru konon sudah mencapai 2,9 juta. Rasio
jumlah guru dibanding jumlah peserta didik 1:18. Hal ini berarti seorang guru
mengajar 18 peserta didik. Rasio ini sangat bagus dibandingkan negara Jerman
1:20, atau Korea 1:30. Ditilik dari kuantitasnya, guru di Indonesia cukup
lumayan meskipun pemerataannya masih belum sempurna.
Bagaimana dengan
kualitas pendidikan di Indonesia? Salah satu indikator kualitas pendidikan
adalah indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI).
Indeks ini menempatkan Indonesia pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei
pada tahun 2008. Meskipun demikian, EDI tidak sepenuhnya mencerminkan kualitas
pendidikan kita karena EDI ditetapkan berdasarkan 4 kriteria. Keempat kriteria
itu adalah angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15
tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan
siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Setiap
menyoal rendahnya kualitas pendidikan tudingan selalu diarahkan pada guru.
Benarkah demikian? Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Meskipun demikian, dari semua faktor yang ada, yang paling dominan adalah
faktor guru.
Guru
merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti dari kegiatan pendidikan
adalah belajar mengajar yang memerlukan peran dari guru di dalamnya. Bahkan,
berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan
dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar
(22%), dan sarana fisik (19%). Aspek yang berkaitan dengan guru adalah
menyangkut citra/mutu guru dan kesejahteraan . Dalam sebuah forum seminar saya
pernah berseloroh, ada 4 hal memalukan pada guru.
Pertama, guru menuntut
peserta didik untuk lulus UN, tapi sebagian guru tidak lulus Uji Kompetensi
Guru (UKG).
Kedua, guru menuntut
peserta didik untuk rajin belajar tapi rata-rata guru “merasa sudah cukup”
sehingga tak perlu belajar. Guru menuntut peserta didik rajin membaca tapi
rata-rata guru tidak menjadi teladan dalam membaca apalagi mengunjungi
perpustakaan.
Ketiga banyak guru
yang lebih gaptek daripada peserta didiknya.
Terlepas
dari semua itu memang seorang guru memang harus professional dan harus
senantiasa meningkatkan kualitas dirinya. Untuk menjadi guru yang berkualitas,
setidaktidaknya seorang guru hendaknya memenuhi beberapa hal berikut ini.
1. Guru harus bangga sebagai guru
Dahulu, terutama sebelum ada sertifikasi guru, banyak guru yang malu-malu ketika ditanya profesinya. Tidak bisa dipungkiri, kesejahteraan guru terutama guru honorer masih memprihatinkan. Akibatnya, perguruan tinggi keguruan hanya menerima mahasiswa second class. Alhamdulillah, sekarang kenyataan sudah berubah, jurusan keguruan menjadi jurusan favorit di sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia. Guru harus bangga sebagai guru. Hal ini merupakan konsep diri (self concept) yang harus tertanam dalam diri guru. Konsep diri ini merupakan motivasi internal yang dibutuhkan untuk berkembang menuju guru sekolah yang berkualitas. Apa jadinya bila guru tidak bangga dengan statusnya sebagai guru?
1. Guru harus bangga sebagai guru
Dahulu, terutama sebelum ada sertifikasi guru, banyak guru yang malu-malu ketika ditanya profesinya. Tidak bisa dipungkiri, kesejahteraan guru terutama guru honorer masih memprihatinkan. Akibatnya, perguruan tinggi keguruan hanya menerima mahasiswa second class. Alhamdulillah, sekarang kenyataan sudah berubah, jurusan keguruan menjadi jurusan favorit di sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia. Guru harus bangga sebagai guru. Hal ini merupakan konsep diri (self concept) yang harus tertanam dalam diri guru. Konsep diri ini merupakan motivasi internal yang dibutuhkan untuk berkembang menuju guru sekolah yang berkualitas. Apa jadinya bila guru tidak bangga dengan statusnya sebagai guru?
2. Guru harus
profesional
Makin
kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di negara
kita saja, melainkan juga di negara-negara maju. Di Amerika misalnya, isu
tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan mulai pertengahan tahun 1980-an.
Hal ini masih tetap berlanjut hingga sekarang. Menurut Educational Leadership
edisi Maret 1993 , seorang guru dikatakan profesional apabila memenuhi
ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Guru
mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Dengan kata lain, komitmen
tertinggi guru adalah pada kepentingan siswanya. Hal ini relevan dengan tugas
utama guru, yaitu mendidik, mengajar dan melatih siswa agar siswa memiliki
kompetensi yang ditargetkan dalam standard kompetensi.
(2) Guru
menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkan serta cara
mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal
yang tak dapat dipisahkan. Sudah menjadi rahasia umum, guru di Indonesia baik
guru sekolah maupun non sekolah minat belajar dan membaca para guru sangat
rendah. Dalam dunia guru terdapat istilah “menang semalam”, artinya apa yang
akan diajarkan pada siswa pada pagi hari besok baru dipelajari malam hari.
Kebanyakan guru hanya mengajarkan sesuatu yang sudah sejak dahulu dikuasainya,
tanpa perubahan sama sekali. Ini namanya fosilisasi pengetahuan, padahal
pengetahuan senantiasa berkembang dari hari ke hari.
(3) Guru
bertanggung-jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik
evaluasi. Seorang guru yang bertanggung jawab akan selalu melakukan
evaluasi untuk melihat dan mengontrol keberhasilan belajar siswanya. Guru yang
baik akan lebih berorientasi pada proses bukan pada hasil. Seorang guru sekolah
juga dituntut untuk menggunakan alat evaluasi yang bervariasi, tidak hanya satu
macam saja. Dengan menerapkan berbagai macam alat evaluasi maka penilaian akan
otentik. Oleh karena itu seorang guru sekolah harus menguasai teknik-teknik
evaluasi. Kemudian yang lebih penting lagi adalah berkemauan untuk menerapkan
berbagai teknik evaluasi yang telah dikuasainya. Sebab, kebanyakan guru jarang
sekali menerapkan prinsip-prinsip evaluasi yang benar.
(4) Guru
mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari
pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna
mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya.
Pengalaman adalah guru yang terbaik, kata pepatah. Untuk bisa belajar dari
pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk
dampaknya pada proses belajar siswa. Sebaiknya guru meminta masukan dari siswa
mengenai praktik mengajarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan menyebarkan
angket, bertanya langsung pada siswa, atau siswa diminta menyampaikan kritik
dan sarang secara tertulis tanpa harus mencantumkan namanya. Dari kritik dan
saran siswa inilah guru akan memperbaiki cara mengajarnya menuju pembelajaran
yang lebih berkualitas.
(5) Guru
seyogyanya bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya
MGMP, PGRI, dan sejenisnya. Dalam forum ini guru akan belajar bersama
rekan-rekan sejawat mengenai kurikulum maupun berbagai inovasi teknologi
pembelajaran. Kenyataan yang ada, kebanyakan guru tidak aktif dalam organisasi
profesi ini tertapi justru aktif dalam kegiatan yang tidak berkaitan dengan
profesinya. Ciri-ciri di atas tampak amat sederhana dan pragmatis. Apabila
seorang guru mampu memenuhi kualifikasi di atas maka dia bisa disebut guru yang
profesional.
3. Guru melek
teknologi
Seorang
guru wajib mengikuti perkembangan teknologi dan memanfaatkan perkembangan
teknologi tersebut untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang tidak
mengikuti perkembangan teknologi ibarat orang berangkat naik haji dengan masih
mengendarai unta, sementara jemaah lainya sudah memakai kendaraan bermesin. Di
era komputer ini sudah selayaknya apabila guru sudah mengenal komputer dan
memanfaatkannya secara optimal untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan
komputer banyak pekerjaan berat menjadi mudah. Mulai dari pembuatan soal,
penyusunan rencana pembelajaran, bahkan analisis hasil evaluasi bisa dilakukan
dengan lebih mudah dan lebih cepat. Belakangan ini pemanfaatan teknologi
informasi untuk dunia pendidikan sudah lumrah. Dunia sekolah akan sangat
ketinggalan dengan lainnya bila tidak mengikuti. Berbagai inovasi dunia
pendidikan tersaji gratis di internet, berbagai media pembelajaran tersedia
murah dalam bentuk keping vcd, akan sangat sayang bila dimubazirkan begitu
saja.
4. Guru harus rajin membaca
Selama ini
ada pandangan dikotomis bahwa kewajiban guru adalah mengajar dan kewajiban
siswa adalah belajar. Dampaknya, guru hanya mengajar melulu tanpa meluangkan
waktunya untuk belajar. Ironisnya, gurulah yang setiap hari mengingatkan siswa
untuk belajar, tetapi dia sendiri malas belajar. Oleh karena itu guru sekolah
harus introspeksi dan meninggalkan pemikiran usang di atas. Karena hampir semua
pengetahuan didokumentasikan dalam bentuk tulisan, maka cara belajar yang
paling dominan adalah dengan membaca. Maka guru sekolah dituntut untuk rajin
membaca bila ingin meningkatkan kualitas mengajarnya. Setiap hari kita
mendengar keluhan para pakar mengenai rendahnya minat baca siswasiswa di negara
kita. Jangankan siswanya, gurunya saja memiliki minat baca yang rendah. Bila
kita amati, para guru lebih suka memanfaatkan waktu luang di sela-sela mengajar
untuk “ngerumpi” daripada untuk membaca buku atau berkunjung ke perpustakaan.
Rupanya, pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” cukup relevan
untuk kasus ini. Untuk menjadi guru yang bermutu, guru wajib membaca dengan
rajin dan berkelanjutan. Selain itu ketekunan guru dalam membaca akan menjadi
“uswatun hasanah” bagi siswasiswinya. Penulis yakin, bila membaca sudah menjadi
budaya di lingkungan sekolah, mutu pendidikan akan meningkat secara otomatis.
Dari pembahasan tadi penulis menyimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan. Salah satu faktor yang paling dominan adalah faktor guru. Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus diawali dengan peningkatan kualitas guru . Viva Guru Indonesia.
(Ahmad Arief Ma’ruf, MA, M.Si adalah guru MAN LAB UIN Jogja. E-mail: arief_67_jogja@yahoo.co.id)
Dari pembahasan tadi penulis menyimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan. Salah satu faktor yang paling dominan adalah faktor guru. Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus diawali dengan peningkatan kualitas guru . Viva Guru Indonesia.
(Ahmad Arief Ma’ruf, MA, M.Si adalah guru MAN LAB UIN Jogja. E-mail: arief_67_jogja@yahoo.co.id)
Guru yang baik dan benar jaminannya masuk surga...sukses dan hormat buat guru guru kita dan sobat sobat yg jadi guru salam sejahtera dan menjadi guru yang baik...doa ku menyertai kalian. Suksesm
BalasHapusArtikele dowiiii..
BalasHapusDadi guru ternyata ora gampang yo...
Tabik dan salut utk kancaku sing terpanggil dadi guru..
makasih Hand. Sing paling angel dadi guru bagi dirinya sendiri hehehe.
HapusGampang orane tergantung masing-masing cara org menghayati profesi itu.
Syarate ditambahi yo Arief entuk po ra :
BalasHapus5. Rajin menulis , buatkarya utk kenangan.
Apa yang diingat dari guru kalau sudah pensiun yaitu
nama dan kenangannya / sejarahnya.
6. Pandai berbahasa
Dapat menggunakan bahasa yg baik dan benar.
Mau belajar bahasa yang lain misal B. Inggris
7. Mau berubah dan berani mengubah dalam arti yg luas.
8. Menjadi pendidik dan pembidik yg handal
( yg ini kata temanku )
Terimakasih Arief,, seneng baca artikelmu.
9. ber-INTEGRITAS (diluar sana banyak berita ttg guru yang harusnya di gugu lan di tiru, tapi malah melakukan hal hal yang tidak boleh di gugu lan di tiru oleh siapapun)
Hapus--> that was the reality
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTambahin lagi Rief...guru harus mencintai muridnya, menganggap semua anak itu unik...tidak bisa diperlakukan sama semua. Akan lebih bagus lagi kalau guru bisa "touch their heart"..jadi bisa jadi motivator buat mereka. Proud to be a teacher...
HapusSenenge nambah.. hambok diet!!
Hapus