Jumat, 02 Desember 2016

GURU BERKUALITAS: SEBUAH TANTANGAN (Oleh Arief)

Oleh : A.A. Ma’ruf
“Berapa guru yang masih tersisa?” Itulah pertanyaan yang pertama kali dilontarkan kaisar Hirohito setelah Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakkan bom nuklir oleh sekutu pada tahun 1945. Mengapa bukan pertanyaan mengenai berapa kerugian yang diderita, atau berapa pabrik yang hancur? Beberapa dekade setelah peristiwa itu Jepang kembali menjadi negara yang kuat. Hal itu tentu saja tidak terlepas dari perhatian yang sangat kuat pemerintah Jepang yang terhadap guru.
Bangsa kita sudah 71 tahun merdeka. Jumlah guru konon sudah mencapai 2,9 juta. Rasio jumlah guru dibanding jumlah peserta didik 1:18. Hal ini berarti seorang guru mengajar 18 peserta didik. Rasio ini sangat bagus dibandingkan negara Jerman 1:20, atau Korea 1:30. Ditilik dari kuantitasnya, guru di Indonesia cukup lumayan meskipun pemerataannya masih belum sempurna.
Bagaimana dengan kualitas pendidikan di Indonesia? Salah satu indikator kualitas pendidikan adalah indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI). Indeks ini menempatkan Indonesia pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei pada tahun 2008. Meskipun demikian, EDI tidak sepenuhnya mencerminkan kualitas pendidikan kita karena EDI ditetapkan berdasarkan 4 kriteria. Keempat kriteria itu adalah angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Setiap menyoal rendahnya kualitas pendidikan tudingan selalu diarahkan pada guru. Benarkah demikian? Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Meskipun demikian, dari semua faktor yang ada, yang paling dominan adalah faktor guru.
Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti dari kegiatan pendidikan adalah belajar mengajar yang memerlukan peran dari guru di dalamnya. Bahkan, berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Aspek yang berkaitan dengan guru adalah menyangkut citra/mutu guru dan kesejahteraan . Dalam sebuah forum seminar saya pernah berseloroh, ada 4 hal memalukan pada guru.
Pertama, guru menuntut peserta didik untuk lulus UN, tapi sebagian guru tidak lulus Uji Kompetensi Guru (UKG).
Kedua, guru menuntut peserta didik untuk rajin belajar tapi rata-rata guru “merasa sudah cukup” sehingga tak perlu belajar. Guru menuntut peserta didik rajin membaca tapi rata-rata guru tidak menjadi teladan dalam membaca apalagi mengunjungi perpustakaan.
Ketiga banyak guru yang lebih gaptek daripada peserta didiknya.
Terlepas dari semua itu memang seorang guru memang harus professional dan harus senantiasa meningkatkan kualitas dirinya. Untuk menjadi guru yang berkualitas, setidaktidaknya seorang guru hendaknya memenuhi beberapa hal berikut ini.
 1. Guru harus bangga sebagai guru
Dahulu, terutama sebelum ada sertifikasi guru, banyak guru yang malu-malu ketika ditanya profesinya. Tidak bisa dipungkiri, kesejahteraan guru terutama guru honorer masih memprihatinkan. Akibatnya, perguruan tinggi keguruan hanya menerima mahasiswa second class. Alhamdulillah, sekarang kenyataan sudah berubah, jurusan keguruan menjadi jurusan favorit di sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia. Guru harus bangga sebagai guru. Hal ini merupakan konsep diri (self concept) yang harus tertanam dalam diri guru. Konsep diri ini merupakan motivasi internal yang dibutuhkan untuk berkembang menuju guru sekolah yang berkualitas. Apa jadinya bila guru tidak bangga dengan statusnya sebagai guru?
2. Guru harus profesional
Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di negara kita saja, melainkan juga di negara-negara maju. Di Amerika misalnya, isu tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan mulai pertengahan tahun 1980-an. Hal ini masih tetap berlanjut hingga sekarang. Menurut Educational Leadership edisi Maret 1993 , seorang guru dikatakan profesional apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
        (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Dengan kata lain, komitmen tertinggi guru adalah pada kepentingan siswanya. Hal ini relevan dengan tugas utama guru, yaitu mendidik, mengajar dan melatih siswa agar siswa memiliki kompetensi yang ditargetkan dalam standard kompetensi.
        (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sudah menjadi rahasia umum, guru di Indonesia baik guru sekolah maupun non sekolah minat belajar dan membaca para guru sangat rendah. Dalam dunia guru terdapat istilah “menang semalam”, artinya apa yang akan diajarkan pada siswa pada pagi hari besok baru dipelajari malam hari. Kebanyakan guru hanya mengajarkan sesuatu yang sudah sejak dahulu dikuasainya, tanpa perubahan sama sekali. Ini namanya fosilisasi pengetahuan, padahal pengetahuan senantiasa berkembang dari hari ke hari.
        (3) Guru bertanggung-jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Seorang guru yang bertanggung jawab akan selalu melakukan evaluasi untuk melihat dan mengontrol keberhasilan belajar siswanya. Guru yang baik akan lebih berorientasi pada proses bukan pada hasil. Seorang guru sekolah juga dituntut untuk menggunakan alat evaluasi yang bervariasi, tidak hanya satu macam saja. Dengan menerapkan berbagai macam alat evaluasi maka penilaian akan otentik. Oleh karena itu seorang guru sekolah harus menguasai teknik-teknik evaluasi. Kemudian yang lebih penting lagi adalah berkemauan untuk menerapkan berbagai teknik evaluasi yang telah dikuasainya. Sebab, kebanyakan guru jarang sekali menerapkan prinsip-prinsip evaluasi yang benar.
        (4) Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Pengalaman adalah guru yang terbaik, kata pepatah. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa. Sebaiknya guru meminta masukan dari siswa mengenai praktik mengajarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan menyebarkan angket, bertanya langsung pada siswa, atau siswa diminta menyampaikan kritik dan sarang secara tertulis tanpa harus mencantumkan namanya. Dari kritik dan saran siswa inilah guru akan memperbaiki cara mengajarnya menuju pembelajaran yang lebih berkualitas.
        (5) Guru seyogyanya bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya MGMP, PGRI, dan sejenisnya. Dalam forum ini guru akan belajar bersama rekan-rekan sejawat mengenai kurikulum maupun berbagai inovasi teknologi pembelajaran. Kenyataan yang ada, kebanyakan guru tidak aktif dalam organisasi profesi ini tertapi justru aktif dalam kegiatan yang tidak berkaitan dengan profesinya. Ciri-ciri di atas tampak amat sederhana dan pragmatis. Apabila seorang guru mampu memenuhi kualifikasi di atas maka dia bisa disebut guru yang profesional.
3. Guru melek teknologi
Seorang guru wajib mengikuti perkembangan teknologi dan memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang tidak mengikuti perkembangan teknologi ibarat orang berangkat naik haji dengan masih mengendarai unta, sementara jemaah lainya sudah memakai kendaraan bermesin. Di era komputer ini sudah selayaknya apabila guru sudah mengenal komputer dan memanfaatkannya secara optimal untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan komputer banyak pekerjaan berat menjadi mudah. Mulai dari pembuatan soal, penyusunan rencana pembelajaran, bahkan analisis hasil evaluasi bisa dilakukan dengan lebih mudah dan lebih cepat. Belakangan ini pemanfaatan teknologi informasi untuk dunia pendidikan sudah lumrah. Dunia sekolah akan sangat ketinggalan dengan lainnya bila tidak mengikuti. Berbagai inovasi dunia pendidikan tersaji gratis di internet, berbagai media pembelajaran tersedia murah dalam bentuk keping vcd, akan sangat sayang bila dimubazirkan begitu saja.
 4. Guru harus rajin membaca
Selama ini ada pandangan dikotomis bahwa kewajiban guru adalah mengajar dan kewajiban siswa adalah belajar. Dampaknya, guru hanya mengajar melulu tanpa meluangkan waktunya untuk belajar. Ironisnya, gurulah yang setiap hari mengingatkan siswa untuk belajar, tetapi dia sendiri malas belajar. Oleh karena itu guru sekolah harus introspeksi dan meninggalkan pemikiran usang di atas. Karena hampir semua pengetahuan didokumentasikan dalam bentuk tulisan, maka cara belajar yang paling dominan adalah dengan membaca. Maka guru sekolah dituntut untuk rajin membaca bila ingin meningkatkan kualitas mengajarnya. Setiap hari kita mendengar keluhan para pakar mengenai rendahnya minat baca siswasiswa di negara kita. Jangankan siswanya, gurunya saja memiliki minat baca yang rendah. Bila kita amati, para guru lebih suka memanfaatkan waktu luang di sela-sela mengajar untuk “ngerumpi” daripada untuk membaca buku atau berkunjung ke perpustakaan. Rupanya, pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” cukup relevan untuk kasus ini. Untuk menjadi guru yang bermutu, guru wajib membaca dengan rajin dan berkelanjutan. Selain itu ketekunan guru dalam membaca akan menjadi “uswatun hasanah” bagi siswasiswinya. Penulis yakin, bila membaca sudah menjadi budaya di lingkungan sekolah, mutu pendidikan akan meningkat secara otomatis. 

Dari pembahasan tadi penulis menyimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan. Salah satu faktor yang paling dominan adalah faktor guru. Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus diawali dengan peningkatan kualitas guru . Viva Guru Indonesia.
(Ahmad Arief Ma’ruf, MA, M.Si adalah guru MAN LAB UIN Jogja. E-mail: arief_67_jogja@yahoo.co.id)

8 komentar:

  1. Guru yang baik dan benar jaminannya masuk surga...sukses dan hormat buat guru guru kita dan sobat sobat yg jadi guru salam sejahtera dan menjadi guru yang baik...doa ku menyertai kalian. Suksesm

    BalasHapus
  2. Artikele dowiiii..
    Dadi guru ternyata ora gampang yo...
    Tabik dan salut utk kancaku sing terpanggil dadi guru..

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Hand. Sing paling angel dadi guru bagi dirinya sendiri hehehe.

      Gampang orane tergantung masing-masing cara org menghayati profesi itu.

      Hapus
  3. Syarate ditambahi yo Arief entuk po ra :
    5. Rajin menulis , buatkarya utk kenangan.
    Apa yang diingat dari guru kalau sudah pensiun yaitu
    nama dan kenangannya / sejarahnya.
    6. Pandai berbahasa
    Dapat menggunakan bahasa yg baik dan benar.
    Mau belajar bahasa yang lain misal B. Inggris
    7. Mau berubah dan berani mengubah dalam arti yg luas.
    8. Menjadi pendidik dan pembidik yg handal
    ( yg ini kata temanku )

    Terimakasih Arief,, seneng baca artikelmu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. 9. ber-INTEGRITAS (diluar sana banyak berita ttg guru yang harusnya di gugu lan di tiru, tapi malah melakukan hal hal yang tidak boleh di gugu lan di tiru oleh siapapun)
      --> that was the reality

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tambahin lagi Rief...guru harus mencintai muridnya, menganggap semua anak itu unik...tidak bisa diperlakukan sama semua. Akan lebih bagus lagi kalau guru bisa "touch their heart"..jadi bisa jadi motivator buat mereka. Proud to be a teacher...

      Hapus
    2. Senenge nambah.. hambok diet!!

      Hapus

Halan-Halan Healing Horeg Heboh [5H]

Daripada, daripada.. mendingan jalan-jalan ngudoroso menikmati keindahan ciptaan Tuhan. 11 Agustis 2024, bersama teman-teman ke Magelang.  s...