Antara Kenangan,
Suka dan Duka Kini # 5 (by Auri Jaya)
Teman ku
SMP adalah orang-orang hebat. Mengapa begitu? Kalau aku menyimak cuitan
teman-teman di grup, rasanya semua mengalami perjuangan. Sekalipun, mereka
hidup bersahaja bersama bapak dan Ibu, bersama keluarga besarnya.
Jaman itu
mungkin banyak yang mengalami masa-masa hidup segala keterbatasan.
Mungkin begitulah kira-kira gambaran sederhananya. Meski tidak dipungkiri,
tidak sedikit pula teman-temanku yang hidup delam keberlimpahan.
Dulu, aku
sempat berpikir aku adalah anak yang paling malang. Aku adalah anak yang paling
tidak beruntung. Aku adalah anak yang paling sengsara. Aku adalah anak
paling tidak mampu . Dulu aku sempat berpikir, teman-teman ku adalah anak orang
kaya. Teman-temanku adalah orang-orang yang berbahagia. Selalu ada apa yang
mereka inginkan. Maklum, sejak kecil aku memang tidak pernah ikut dengan orang
tuaku.
Bapak ku dulu seorang tentara. Ia tinggal di Jakarta. Ibuku juga orang biasa-biasa saja, yang bekerja satu korp dengan Bapak ku. Juga tinggal di Jakarta.
Bapak ku dulu seorang tentara. Ia tinggal di Jakarta. Ibuku juga orang biasa-biasa saja, yang bekerja satu korp dengan Bapak ku. Juga tinggal di Jakarta.
Masa
kecilku pernah aku lalui di Jakarta. Di komplek tentara juga. Tetapi,
ketika Bapak dan Ibuku sudah tidak bersama lagi. Mungkin, dulu aku
dijadikan harta gono-gini yang harus dibagi-bagi. Aku adalah tiga
bersaudara. Semua lelaki. Masa-masa kecil, karena suatu keadaan, kami
dibagi-bagi dan terpisah satu sama lainnya. Adikku yang terkecil dititipkan ke
nenek. Sementara adik ku yang nomer dua ikut Bude. Keduanya du Jogja.
Sementara
aku tetap ditinggal di Jakarta. Tidak dititipkan. Tetapi, diikutkan bapaknya.
Entah apa yang dipikirkan kedua orang tua ku saatu itu. Sampai saat ini aku
juga belum pernah bertanya. Dan saya juga merasa tidak perlu bertanya.
Namun, di
menjelang kami semua mengerti, nenek kami rupanya punya pemikiran yang mulia.
Nenek ku, yang tinggal di pegunungan berbatu didaerah Kulon Progo memiliki
pemikiran yang sangat maju. Setidaknya pada jaman itu.
Nenek ku
tidak mau kami bertiga dipisahkan. Dia berupaya bagaimana kami bertiga
hidup satu atap. Tidak terpencar-pencar. Pemikirannya sederhana, "
bagaimana pun mereka adalah cucu-cucu ku," begitu kata nenek jika ditanya
soal kami.
Mungkin,
kala itu, dia ingin melihat perkembangan cucunya. Cucu-cucunya yang nakal.
Mungkin juga merasa ikut bertanggung jawab atas kegagalan anaknya dalam
membangun rumah tangga. Nenek ku tak ingin kami bertiga tercerai berai karena perpisahan
orang tuanya. Semua
serba kemungkinan. Sekali lagi, aku tidak pernah mengorek lebih jauh soal ini
kepada nenek ku. Akhirnya, nenek ku pergi ke Jakarta. Datang ke Bapakku
dan menjemputku, mengajakku hidup ke desa di lereng pegunungan.
Aku ingat,
Bapakku sempat keberatan untuk melepasku saat itu. Tetapi, entah karena apa,
aku merasa sejuk ketika dekat dengan nenek ku. Aku merengek, aku mau ikut
nenek. Mau bersama adik-adikku , yang sudah duluan ada jogja. Bapak ku
seperti tak berdaya. Ia akhirnya melepasku.
Dari
Jakarta, kami bermigrasi ke sebuah desa kecil di lereng pegunungan. Di daerah
kulon-progo. Kami berkumpul dengan adik ku yang terkecil, yang sudah terlebih
dahulu bersama nenek. Entah apa yang ada di benak nenek ku dulu. Setahu ku
nenek ku bukan hanya sekedar orang desa, tetapi beliau juga buta huruf. Beliau
tidak bisa membaca tulisan. Tidak mengerti surat menyurat. Juga tidak mengerti
angka.
Tapi soal
duit? Jangan ditanya. Mau duit berapa aja hafal. Juga hitung-hitungannya.
Semua di luar kepala. Kebetulan nenek ku dulu suka berdagang. Berdagang
di pasar desa yang jualannya hanya pada hari-hari tertentu saja.
Sekalipun
tidak pernah sekolah, juga tidak bisa membaca dan menulis, nenek ku memiliki
pemikiran yang brilian. Terutama pemikirannya dalam membesarkan ketiga cucunya.
Dia tidak
hanya memikirkan bagaimana menyatukan kami. Tetapi bagaimana ketiga cucunya
bisa berpikir maju ke depannya. "Meski pun suatu ketika, ternyata hanya
bisa menyekolahkan kalian cuma sampai SMA," begitu kata Nenek ku dalam
sebuah kesempatan beberapa tahun silam.
Akhirnya,
kami tidak dibiarkan tinggal di desa. Kami dititipkan lagi. Kami disatukan
dengan adik ku yang nomer dua, yang sudah lebih dulu ikut sama Bude. Yang
tinggal di Jl. Kaliurang, dusunnya Ngabean. Akhirnya, Bude dan Pak De ku inilah
yang seakan adalah orang tua kami.
Ngabean
juga belum kota-kota amat waktu itu. Masih desa juga. Namun jika dibandingkan
desa nenek ku, sudah jauh lebih baik. Di desa ini, kita bisa belajar naik
sepeda.
Dan jangan
salah. Adikku nomer dua lebih dulu jago naik sepeda dibandingkan aku. Dia juga
lebih dulu punya sepeda dibandingkan aku. Maklum, waktu di desa nenek ku,
boro-boro main sepeda.
Untuk
berjalan kaki saja kita harus ekstra hati-hati.Kalau musim hujan, jalan berbatu
dan bertebing, selalu licin. Jalannya tidak ada yang lurus. kalau pergi kita
turun seperti rol koster. Kalau pulang ke rumah kita naik, seperti memanjat
pohon kelapa.
Tetapi,
aku bersyukur. Aku punya nenek yang punya visi. Aku bersyukur, aku punya nenek
yang bercita-cita. Aku bersyukur, aku punya nenek yang mengerti akan dibekali
apa cucu-cucunyake depan.
Tentu, aku
baru meyadarinya belakangan. Aku baru menyadarinya ketika nenek ku telah tiada.
Aku baru menyadarinya, ketika aku sudah tidak lagi melihat nenek bermandi
peluh, bekerja keras untuk memberikan makan, membesarkan kami. Aku, seperti
juga anak-anak pada jaman itu, hanya mengerti keinginan. Aku ingin apa, tinggal
minta dan harus ada. Tidak pernah berpikir, bagaimana nenek aku bekerja keras.
Karena yang aku tahu saat itu, Aku ingin sama dengan yang lain. Ingin sama
dengan teman-teman. (bersambung )
Cerita yang sangat menyentuh Aury.
BalasHapusDoakanlah nenekmu karena beliau adalah akarmu setelah kau kini menjadi pohon yang kuat dan hebat.
Perjuangan hidup yang tak pernah sia-sia.
Sukses selalu ya...
Sepenggal kehidupan alumni cc yang sangat menyentuh..auri
BalasHapussukses buat perjuangan hidup nya..
doakan nenekmu..orang tuamu..dan orang yang berjasa dalam hidupmu..amin
masa lalu harus menjadi pendorong kehidupan masa kini yang lebih baik, lebih positif, lebih bermanfaat, dan lebih hebat.
BalasHapusSemua karena berkahNYa.
selamat ya auri.. makin dihebatkan Tuhan ya..
dan selamat menikmati kebaikanNya.
amin.
amazing....hebatnya kamu, dulu engga kelihatan kaya orang susah.
BalasHapuskalau aku boleh bilang....nenekmu adalah pahlawanmu...
GBU...
Itu mah pinter memuter kata...
BalasHapusGak mungkin wong daerah jakal ki kota lho mas bos...