Rabu, 02 November 2016

Antara Kenangan, Suka dan Duka Kini # 5 (by Auri Jaya)

Antara Kenangan, Suka dan Duka Kini  # 5 (by Auri Jaya)
        Teman ku SMP adalah orang-orang hebat. Mengapa begitu? Kalau aku menyimak cuitan teman-teman di grup, rasanya semua mengalami perjuangan. Sekalipun, mereka hidup bersahaja bersama bapak dan Ibu, bersama keluarga besarnya.

        Jaman itu mungkin banyak yang mengalami masa-masa hidup  segala keterbatasan. Mungkin begitulah kira-kira gambaran sederhananya. Meski tidak dipungkiri, tidak sedikit pula teman-temanku yang hidup delam keberlimpahan.
        Dulu, aku sempat berpikir aku adalah anak yang paling malang. Aku adalah anak yang paling tidak beruntung. Aku adalah anak yang paling sengsara.  Aku adalah anak paling tidak mampu . Dulu aku sempat berpikir, teman-teman ku adalah anak orang kaya. Teman-temanku adalah orang-orang yang berbahagia. Selalu ada apa yang mereka inginkan. Maklum, sejak kecil aku memang tidak pernah ikut dengan orang tuaku. 

Bapak ku dulu seorang tentara. Ia tinggal di Jakarta. Ibuku juga orang biasa-biasa saja, yang bekerja satu korp dengan Bapak ku. Juga tinggal di Jakarta.
        Masa kecilku pernah aku lalui di Jakarta. Di komplek tentara juga.  Tetapi, ketika  Bapak dan Ibuku sudah tidak bersama lagi. Mungkin, dulu aku dijadikan harta gono-gini yang harus dibagi-bagi. Aku adalah tiga bersaudara. Semua lelaki. Masa-masa kecil, karena suatu keadaan, kami dibagi-bagi dan terpisah satu sama lainnya. Adikku yang terkecil dititipkan ke nenek. Sementara adik ku yang nomer  dua ikut Bude. Keduanya du Jogja.
        Sementara aku tetap ditinggal di Jakarta. Tidak dititipkan. Tetapi, diikutkan bapaknya. Entah apa yang dipikirkan kedua orang tua ku saatu itu. Sampai saat ini aku juga belum pernah bertanya. Dan saya juga merasa tidak perlu bertanya.
        Namun, di menjelang kami semua mengerti, nenek kami rupanya punya pemikiran yang mulia. Nenek ku, yang tinggal di pegunungan berbatu didaerah Kulon Progo memiliki pemikiran yang sangat maju. Setidaknya  pada jaman itu.
        Nenek ku tidak mau kami bertiga dipisahkan.  Dia berupaya bagaimana kami bertiga hidup satu atap. Tidak terpencar-pencar. Pemikirannya sederhana, " bagaimana pun mereka adalah cucu-cucu ku," begitu kata nenek jika ditanya soal kami.
        Mungkin, kala itu, dia ingin melihat perkembangan cucunya. Cucu-cucunya yang nakal. Mungkin juga merasa ikut bertanggung jawab atas kegagalan anaknya dalam membangun rumah tangga. Nenek ku tak ingin kami bertiga tercerai berai karena perpisahan orang tuanya. Semua serba kemungkinan. Sekali lagi, aku tidak pernah mengorek lebih jauh soal ini kepada nenek ku.  Akhirnya, nenek ku pergi ke Jakarta. Datang ke Bapakku dan menjemputku, mengajakku hidup ke desa di lereng pegunungan.  
        Aku ingat, Bapakku sempat keberatan untuk melepasku saat itu. Tetapi, entah karena apa, aku merasa sejuk ketika dekat dengan nenek ku. Aku merengek, aku mau ikut nenek. Mau bersama adik-adikku , yang sudah duluan ada jogja. Bapak ku seperti tak berdaya. Ia akhirnya melepasku.
        Dari Jakarta, kami bermigrasi ke sebuah desa kecil di lereng pegunungan. Di daerah kulon-progo. Kami berkumpul dengan adik ku yang terkecil, yang sudah terlebih dahulu bersama nenek. Entah apa yang ada di benak nenek ku dulu. Setahu ku nenek ku bukan hanya sekedar orang desa, tetapi beliau juga buta huruf. Beliau tidak bisa membaca tulisan. Tidak mengerti surat menyurat. Juga tidak mengerti angka.
        Tapi soal duit? Jangan ditanya. Mau duit berapa aja hafal. Juga hitung-hitungannya.  Semua di luar kepala. Kebetulan nenek ku dulu suka berdagang. Berdagang di pasar desa yang jualannya  hanya pada hari-hari tertentu saja.
        Sekalipun tidak pernah sekolah, juga tidak bisa membaca dan menulis, nenek ku memiliki pemikiran yang brilian. Terutama pemikirannya dalam membesarkan ketiga cucunya.
        Dia tidak hanya memikirkan bagaimana menyatukan kami. Tetapi bagaimana ketiga cucunya bisa berpikir maju ke depannya. "Meski pun suatu ketika, ternyata hanya bisa menyekolahkan kalian cuma sampai SMA," begitu kata Nenek ku dalam sebuah kesempatan  beberapa tahun silam.
        Akhirnya, kami tidak dibiarkan tinggal di desa. Kami dititipkan lagi. Kami disatukan dengan adik ku yang nomer dua, yang sudah lebih dulu ikut sama Bude. Yang tinggal di Jl. Kaliurang, dusunnya Ngabean. Akhirnya, Bude dan Pak De ku inilah yang seakan adalah orang tua kami. 
        Ngabean juga belum kota-kota amat waktu itu. Masih desa juga. Namun jika dibandingkan desa nenek ku, sudah jauh lebih baik. Di desa ini, kita bisa belajar naik sepeda. 
        Dan jangan salah. Adikku nomer dua lebih dulu jago naik sepeda dibandingkan aku. Dia juga lebih dulu punya sepeda dibandingkan aku. Maklum, waktu di desa nenek ku, boro-boro main sepeda. 
        Untuk berjalan kaki saja kita harus ekstra hati-hati.Kalau musim hujan, jalan berbatu dan bertebing, selalu licin. Jalannya tidak ada yang lurus. kalau pergi kita turun seperti rol koster. Kalau pulang ke rumah kita naik, seperti memanjat pohon kelapa.
        Tetapi, aku bersyukur. Aku punya nenek yang punya visi. Aku bersyukur, aku punya nenek yang bercita-cita. Aku bersyukur, aku punya nenek yang mengerti akan dibekali apa cucu-cucunyake depan.

        Tentu, aku baru meyadarinya belakangan. Aku baru menyadarinya ketika nenek ku telah tiada. Aku baru menyadarinya, ketika aku sudah tidak lagi melihat nenek bermandi peluh, bekerja keras untuk memberikan makan, membesarkan kami. Aku, seperti juga anak-anak pada jaman itu, hanya mengerti keinginan. Aku ingin apa, tinggal minta dan harus ada. Tidak pernah berpikir, bagaimana nenek aku bekerja keras. Karena yang aku tahu saat itu, Aku ingin sama dengan yang lain. Ingin sama dengan teman-teman. (bersambung )

5 komentar:

  1. Cerita yang sangat menyentuh Aury.
    Doakanlah nenekmu karena beliau adalah akarmu setelah kau kini menjadi pohon yang kuat dan hebat.
    Perjuangan hidup yang tak pernah sia-sia.
    Sukses selalu ya...

    BalasHapus
  2. Sepenggal kehidupan alumni cc yang sangat menyentuh..auri
    sukses buat perjuangan hidup nya..
    doakan nenekmu..orang tuamu..dan orang yang berjasa dalam hidupmu..amin

    BalasHapus
  3. masa lalu harus menjadi pendorong kehidupan masa kini yang lebih baik, lebih positif, lebih bermanfaat, dan lebih hebat.
    Semua karena berkahNYa.

    selamat ya auri.. makin dihebatkan Tuhan ya..
    dan selamat menikmati kebaikanNya.
    amin.

    BalasHapus
  4. amazing....hebatnya kamu, dulu engga kelihatan kaya orang susah.
    kalau aku boleh bilang....nenekmu adalah pahlawanmu...
    GBU...

    BalasHapus
  5. Itu mah pinter memuter kata...
    Gak mungkin wong daerah jakal ki kota lho mas bos...

    BalasHapus

Halan-Halan Healing Horeg Heboh [5H]

Daripada, daripada.. mendingan jalan-jalan ngudoroso menikmati keindahan ciptaan Tuhan. 11 Agustis 2024, bersama teman-teman ke Magelang.  s...