Sabtu, 05 November 2016

Antara Kenangan, Suka Dan Duka Kini #6 (by AurI JayA)

Antara Kenangan, Suka dan Duka kini (6)

Kebetulan Pak De dan Bu de ku seorang Guru SD. Mereka mengajar di SD Gambiranom. Akhirnya, kami bertiga juga bersekolah di SD ini. Menginjak aku naik ke kelas II SD aku mendapatkan kabar Ayahku meninggal dunia. Sekali lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku ingat sempat sedih waktu itu. Tetapi tidak lama. Entahlah, apa yang membuatku begitu.

Yang ku ingat, nenek ku sempat bergumam pada ku. "Kamu sudah menjadi anak yatim sekarang," katanya. Waktu itu, aku juga belum bisa mencerna apa makna ucapan nenek aku. Tetapi, ucapan itu seperti tak pernah lekang dari pikirku. Sampai sekarang. Hari berganti hari,tahun berganti tahun, aku seperti tidak pernah memikirkan siapa kedua orang tua ku. Meski kami juga tahu, tidak bersama kedua orang tua kandungnya.

Kami merasa tidak berbeda dengan anak-anak yang lain. Kami merasa, tidak ada yang beda diantara kami. Maklum, Bu de dan Pak de ku pasangan yang tidak memiliki keturunan. Jadi keberadaan kami bertiga di rumah itu, seperti tidak mendpatkan masalah yang berarti. Bisa dibayangkan jika ternyata Bude dan Pak De adalah keluarga yang sempurna, memiliki anak. Mungkin kami akan mengalami perjuangan yang berbeda. Tetapi, itulah namanya jalan Tuhan.

Meski begitu, aku bukan orang yang gampang meminta. Sejak kecil aku sudah menjadi orang yang perasa. Sejak aku dipisahkan sama Ayahku, aku sedikit demi sedikit terus mengerti, bahwa aku tidak bersama orang tua kandungku. Sebuah nasihat Ayahku, sebelum kami saling berpisah, "Nak, kamu nanti tidak bersama Papi. Kamu jangan suka meminta, jangan bikin susah orang," katanya. Dulu kami memanggil ayahku dengan sebutan papi.

Entahlah, kala itu aku juga belum mengerti apa yang dibisikkan Ayahku. Tetapi, aq selalu ingat bisikan itu. Awal-awalnya, nenek ku sering menawarkan sesuatu ke aku. Atau bulik-bulik ku. Aku menolaknya. Aku menolaknya dengan mengucap bisikan papi. Aku sering melihat nenek ku meneteskan air mata, tatkala aku selalu menolak tawarannya dengan ungkapan itu.

Aku sendiri sudah lupa kapan aku mengucap dan menolak pemberian seperti itu. Karena, dilain pihak, aku juga tidak jarang meminta sesuatu kepada nenek ku. Kalau tidak diberi juga menangis. Seperti anak-anak pada umumnya. Kalau tidak dituruti, aku juga ngambeg. Bahkan, kalau ngambeg gak mau makan. Tidak konsisten.

Suatu ketika, setelah dewasa aku mencoba mereview kembali diriku. Termasuk kelakuan ku. Aku menyinggung pesan papi. Jangan suka meminta, dan jangan bikin susah orang lain. Nenek ku pernah bilang," Iya kalau dikasih sesuatu yang kamu tidak suka, atau tidak sesuai keinginan kamu bilangnya selalu begitu, " kata nenek ku. Menurut nenek, dirinya baru menyadari kapan aku mengucap seperti itu juga setelah kejadian selalu terulang. 

"Awalnya, trenyuh.... tetapi setelah tahu otakmu bulus, aku sudah gak pernah mau nawarin lagi," cerita nenek ku terkekeh-kekeh sembari mengunyah kinangnya. Ehmmm... pikir ku. Sudah sepicik itukah aku dulu? Biasanya, bulik ku menimpali,"Dari bayi kamu itu sudah banyak akal," ungkap bulik ku. Entahlah...

Kami berada di keluarga yang biasa-biasa. Sebagaimana keluarga guru pada umumnya. Dulu jaman SD keluarga Bu De ku bikin usaha rumahan. Bikin es bungkus kemudian dititipkan ke warung-warung tetangga. Maklum, jaman itu di kampung masih jarang yang punya kulkas. Ibuku membelikan kulkas. Kulkas itulah kemudian diberdayakan. Selepas mengajar, Bude ku memasak air dan membuatnya adonan es. Sore menjelang petang, setelah adonan itu dingin membungkusnya dengan plastik kecil memanjang.

Kemudian dimasukkan ke kulkas. Pagi harinya, sebelum ke sekolah, Bude ku membaginya ke dalam termos. Ada beberapa termos. Tugas kami menitipkan ke warung-warung terdekat. Terkadang kami bawa saat kami berangkat ke sekolah. Atau , pagi-pagi sebelumnya , kami antar dulu ke warung kemudian pulang lagi, mandi dan berangkat sekolah,

Begitu hingga berjalan beberapa tahun. Kami sempat menikmati hasilnya. Kami memiliki uang saku kalau ke sekolah. Kami bisa jajan di sekolah. Tetapi, lambat laun usaha ini makin banyak pesaingnya. Sejumlah tetangga mulai ikutan bisnis ini. Hingga akhirnya omset kami berkurang. Warung pun mulai pilih-pilih.

Entah karena apa, bude ku seperti merasa bosan. Mungkin karena capai. Kegiatan di sekolah semakin padat. Bude dan Pak de ku, banyak ikut rapat. Entahlah rapat di mana. Yang aku tahu waktu itu, mereka berdua selalu pulang agak larut. Sehingga tidak mungkin lagi melakukan kerja sambilan. Akhirnya pekerjaan ini vacum. Hanya waktu-waktu tertentu saja kami bikin es.

Vacumnya usaha ini membuat kami tidak lagi ada jatah uang saku saban harinya. Hanya waktu-waktu tertentu saja aku mendapatkan uang saku. Misalnya pas ada pelajaran olahraga. Atau mungkin pas ada latihan pramuka. Tetapi, itu semua tidak membuat kami bersedih. Semua berjalan seperti biasa. (bersambung)


5 komentar:

  1. Hebat sudah yang ke -6,dan masih bersambung. Aku tunggu lanjutnya . Ingin tahu endingnya hehehe..

    BalasHapus
  2. inspiring bangets...bisa dibikin novel nih...

    BalasHapus
  3. Dowo tenan ...hasil sinau ning njobo
    Weh...jan top markotop ..laannjjuuttkkaann!!!!

    BalasHapus

Halan-Halan Healing Horeg Heboh [5H]

Daripada, daripada.. mendingan jalan-jalan ngudoroso menikmati keindahan ciptaan Tuhan. 11 Agustis 2024, bersama teman-teman ke Magelang.  s...