Antara Kenangan, Suka dan Duka kini
(6)
Kebetulan Pak De dan Bu de ku seorang
Guru SD. Mereka mengajar di SD Gambiranom. Akhirnya, kami bertiga juga
bersekolah di SD ini. Menginjak aku naik ke kelas II SD aku mendapatkan kabar
Ayahku meninggal dunia. Sekali lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku ingat
sempat sedih waktu itu. Tetapi tidak lama. Entahlah, apa yang membuatku begitu.
Yang ku ingat, nenek ku sempat
bergumam pada ku. "Kamu sudah menjadi anak yatim sekarang," katanya.
Waktu itu, aku juga belum bisa mencerna apa makna ucapan nenek aku. Tetapi,
ucapan itu seperti tak pernah lekang dari pikirku. Sampai sekarang. Hari
berganti hari,tahun berganti tahun, aku seperti tidak pernah memikirkan siapa
kedua orang tua ku. Meski kami juga tahu, tidak bersama kedua orang tua
kandungnya.
Kami merasa tidak berbeda dengan
anak-anak yang lain. Kami merasa, tidak ada yang beda diantara kami. Maklum, Bu
de dan Pak de ku pasangan yang tidak memiliki keturunan. Jadi keberadaan kami
bertiga di rumah itu, seperti tidak mendpatkan masalah yang berarti. Bisa
dibayangkan jika ternyata Bude dan Pak De adalah keluarga yang sempurna,
memiliki anak. Mungkin kami akan mengalami perjuangan yang berbeda. Tetapi,
itulah namanya jalan Tuhan.
Meski begitu, aku bukan orang yang
gampang meminta. Sejak kecil aku sudah menjadi orang yang perasa. Sejak aku
dipisahkan sama Ayahku, aku sedikit demi sedikit terus mengerti, bahwa aku
tidak bersama orang tua kandungku. Sebuah nasihat Ayahku, sebelum kami saling
berpisah, "Nak, kamu nanti tidak bersama Papi. Kamu jangan suka meminta,
jangan bikin susah orang," katanya. Dulu kami memanggil ayahku dengan
sebutan papi.
Entahlah, kala itu aku juga belum
mengerti apa yang dibisikkan Ayahku. Tetapi, aq selalu ingat bisikan itu.
Awal-awalnya, nenek ku sering menawarkan sesuatu ke aku. Atau bulik-bulik ku.
Aku menolaknya. Aku menolaknya dengan mengucap bisikan papi. Aku sering melihat
nenek ku meneteskan air mata, tatkala aku selalu menolak tawarannya dengan
ungkapan itu.
Aku sendiri sudah lupa kapan aku
mengucap dan menolak pemberian seperti itu. Karena, dilain pihak, aku juga
tidak jarang meminta sesuatu kepada nenek ku. Kalau tidak diberi juga menangis.
Seperti anak-anak pada umumnya. Kalau tidak dituruti, aku juga ngambeg. Bahkan,
kalau ngambeg gak mau makan. Tidak konsisten.
Suatu ketika, setelah dewasa aku
mencoba mereview kembali diriku. Termasuk kelakuan ku. Aku menyinggung pesan
papi. Jangan suka meminta, dan jangan bikin susah orang lain. Nenek ku pernah
bilang," Iya kalau dikasih sesuatu yang kamu tidak suka, atau tidak sesuai
keinginan kamu bilangnya selalu begitu, " kata nenek ku. Menurut nenek,
dirinya baru menyadari kapan aku mengucap seperti itu juga setelah kejadian
selalu terulang.
"Awalnya, trenyuh.... tetapi
setelah tahu otakmu bulus, aku sudah gak pernah mau nawarin lagi," cerita
nenek ku terkekeh-kekeh sembari mengunyah kinangnya. Ehmmm... pikir ku. Sudah
sepicik itukah aku dulu? Biasanya, bulik ku menimpali,"Dari bayi kamu itu
sudah banyak akal," ungkap bulik ku. Entahlah...
Kami berada di keluarga yang
biasa-biasa. Sebagaimana keluarga guru pada umumnya. Dulu jaman SD keluarga Bu
De ku bikin usaha rumahan. Bikin es bungkus kemudian dititipkan ke
warung-warung tetangga. Maklum, jaman itu di kampung masih jarang yang punya
kulkas. Ibuku membelikan kulkas. Kulkas itulah kemudian diberdayakan. Selepas
mengajar, Bude ku memasak air dan membuatnya adonan es. Sore menjelang petang,
setelah adonan itu dingin membungkusnya dengan plastik kecil memanjang.
Kemudian dimasukkan ke kulkas. Pagi
harinya, sebelum ke sekolah, Bude ku membaginya ke dalam termos. Ada beberapa
termos. Tugas kami menitipkan ke warung-warung terdekat. Terkadang kami bawa
saat kami berangkat ke sekolah. Atau , pagi-pagi sebelumnya , kami antar dulu
ke warung kemudian pulang lagi, mandi dan berangkat sekolah,
Begitu hingga berjalan beberapa tahun.
Kami sempat menikmati hasilnya. Kami memiliki uang saku kalau ke sekolah. Kami
bisa jajan di sekolah. Tetapi, lambat laun usaha ini makin banyak pesaingnya.
Sejumlah tetangga mulai ikutan bisnis ini. Hingga akhirnya omset kami
berkurang. Warung pun mulai pilih-pilih.
Entah karena apa, bude ku seperti
merasa bosan. Mungkin karena capai. Kegiatan di sekolah semakin padat. Bude dan
Pak de ku, banyak ikut rapat. Entahlah rapat di mana. Yang aku tahu waktu itu,
mereka berdua selalu pulang agak larut. Sehingga tidak mungkin lagi melakukan
kerja sambilan. Akhirnya pekerjaan ini vacum. Hanya waktu-waktu tertentu saja
kami bikin es.
Vacumnya usaha ini membuat kami tidak
lagi ada jatah uang saku saban harinya. Hanya waktu-waktu tertentu saja aku
mendapatkan uang saku. Misalnya pas ada pelajaran olahraga. Atau mungkin pas
ada latihan pramuka. Tetapi, itu semua tidak membuat kami bersedih. Semua
berjalan seperti biasa. (bersambung)
Hebat sudah yang ke -6,dan masih bersambung. Aku tunggu lanjutnya . Ingin tahu endingnya hehehe..
BalasHapusinspiring bangets...bisa dibikin novel nih...
BalasHapussamping nya sapa tuuh...
BalasHapussssstttt....
HapusDowo tenan ...hasil sinau ning njobo
BalasHapusWeh...jan top markotop ..laannjjuuttkkaann!!!!