“ Harum gadis di pagi hari, senyum manis menawan hati”
Dulu kalian
suka menjulukki aku “ Lestari” si rambut panjang berkepang.
Ngomong-ngomong
tentang masa lalu di SMP Con Cat -1 , membuat imajinasiku melayang kembali. Ngobrol
dikit yuuk.... kisah kasih di sekolah dulu.
Masa-masa itu adalah memori indah yang kini hadir menemani di setiap waktuku. Semangat itu hadir di
setiap langkahku dan senyum...senyum...senyum menebar dari bibirku. Oya teman ,
kala itu aku selalu berada di kelas A selama tiga tahun, namun begitu kalian
semua adalah teman – temanku bagian dari sejarah hidupku.
Dulu seringkali kami berangkat
bertiga, Handoyo dan Heri menjemputku
menuju sekolah. “ Heri, kamu bonceng aku saja “, iyo Lest katanya. “
Bonceng Si Ped kakiku pegel , berdiri
terus “, kata Heri kemudian. Sampai di
sekolah kulihat aneka wajah teman-teman,
ada yang masih ngantuk, ada yang tenang saja seperti Lakso, ada juga yang penuh
semangat seperti Elisabeth, ada yang lucu seperti Sukidi, ehh, itu ada yang
tebar pesona , rambutnya dijabrik ke atas kalau jalan semua badan bergoyang ,
oh itu dia si Nano.
Theng....theng.... theng dan semua masuk kelas. Ibu Asturia mengawali
pelajaran Bahasa Inggris dengan ulangan. “ Lestari , kamu mengerjakan di buku
ibu ya “, kata beliau sambil menyerahkan buku tulis yang disampul kertas payung
warna coklat. “ Iya bu, jawabku”. Aku mengawali ulanganku di halaman pertama
buku itu. “ Semoga aku mendapat nilai yang baik karena mengerjakan di buku bu
guru yang akan selalu diingatnya, begitu kata hatiku “. Waktu mengerjakan ulangan telah usai , lembar
ulangan saling ditukarkan untuk dikoreksi bersama kecuali milikku. Ibu yang
baik dan lembut ini membahas setiap nomor soal dengan sabar sampai selesai . “Nah anak-anak , sekarang kumpulkan semua
nanti ibu sendiri yang menilai” , kata Ibu Asturia. Suasana sedikit seru karena teman-teman
penasaran dengan hasil ulangannya. “ Bu, pekerjaan saya bagaimana ? kataku
“. “ Lestari , pekerjaanmu betul semua ,
dapat nilai 10 “. “ Asyiiik , spontanku muncul karena senang “.
Hari demi hari berlalu diliputi
keceriaan masa remaja. Canda tawa , pergi ke kantin bersama, mengerjakan tugas
bersama dan masih banyak lagi yang dilakukan bersama-sama.
Suasana itu
membuat kerasan dan menikmati masa masa sekolah. Banyak perubahan terjadi kala
sudah menginjak kelas tiga, bukan saja secara fisik tapi juga mental dan hati. Di antara teman-teman mulai saling menyukai ,
memberi perhatian lebih dan khusus pada seseorang. Demikian juga yang kualami,
sebelumnya aku merasa biasa saja ketika teman-teman suka memegang rambutku dan
mempermainkannya, tapi sekarang tidak.
Aku mulai risih dan tidak bebas jika ada teman lelaki memperhatikanku,
wah gede rasa nich !.
Seorang teman lelaki di kelasku
sering kali curi curi pandang menatapku. “ Ahh, mengapa dia selalu menatapku
begitu, jadi salting aku “, perasaanku mulai gundah. Suatu hari kuberanikan diri
mendekatinya, “ Hei .... kenapa to, kamu suka menatapku begitu, aku jadi risih
dan nggak enak sama teman-teman “. Yang ditanya hanya senyum-senyum saja
jawabnya : “ nggak apa apa kog Lest, gigimu putih dan rambutmu yang hitam
panjang , enak dilihat “. Aku
membalikkan badan pergi dan menyembunyikan pipiku yang memerah. Hari berikutnya
kubiarkan saja dia , aku jadi sungkan mengajaknya bicara. Ngobrol dengan Heri
lebih enak, seperti saudara sendiri dan tanpa menyimpan perasaan apapun. “ Lest, nanti pulang sekolah aku ke rumahmu
ya, kerjakan PR Fisika Pak Widodo “, iyo Her, jawabku.
Berjalannya waktu pergaulan dengan
teman-teman kurasakan berbeda, ada suatu rasa yang membuat tidak bebas dan
tidak nyaman. Kegalauan kadang muncul mengganggu belajarku, “ Uhh, ada apa
denganku “. Bayangan seseorang kadang
muncul di benakku, semakin ku tepis , semakin sering datang menggangguku. “
Mengapa aku harus memikirkannya , sedangkan dia biasa-biasa saja “, kalimat
yang sering muncul di hatiku. Apakah ini yang namanya “ cinta kethek” ha ha ha,
aku tidak tahu. Rasa ini memang
aneh,
membuat hati
tidak nyaman berkecamuk seperti nyamuk. “
Uhh, rasa ini sudah menjeratku”.
Akhirnya kupendam saja rasa itu sampai tamatlah riwayatku di sekolah
ini.
Nah,
teman-teman ayo jangan mengantuk. Itu tadi sedikit kisahku. Episode selanjutnya
dari kisah tadi ... terkena aturan badan sensor “ Gita Cinta dari SMP “ ha ha
ha.
Sekarang ,
mana kisahmu ... ayo dong , aku juga mau dengar lho... terimakasih.
Teman-teman,
saat ini aku tinggal dan sudah menetap di Solo, kembali ke tanah leluhurku. Aku
bekerja sebagai seorang guru Fisika di sekolah swasta : SMA Regina Pacis .
Kalau dulu
aku takut pelajaran fisika bersama Pak Widodo, sekarang aku ingin murid –
muridku senang belajar Fisika bersama Ibu Lestari. Hm, mungkin ada yang
bertanya mengapa aku mau menjadi guru.
Pekerjaan yang berat , tuntutan yang berat , harus mencerdaskan
kehidupan bangsa, gaji pas pasan ,sering
lembur sampai malam untuk persiapan hari esok. Tapi teman-teman , dibalik itu
semua ternyata ada banyak berkat yang diterima.
Percaya atau tidak , tergantung masing-masing pribadi dalam
menghayatinya.
Teman-teman,
sekedar berbagi pengalaman , kutulis sepenggal kisah yang kualami dan
menginspirasiku hingga bertahan sampai
saat ini. Silahkan baca ....
BUAH
KETULUSAN
Saya
adalah seorang guru SMA di sebuah
sekolah swasta favorit di kota Solo. Saat ini sudah 21 tahun saya bertahan
untuk tetap menjadi seorang guru. Sebuah pengalaman menarik yang tak akan
pernah kulupakan dan memberiku inspirasi sampai saat ini. Pada tahun 1994,
ketika itu saya masih tercatat sebagai guru muda yang belum memiliki banyak
pengalaman dalam dunia pendidikan. Saat
itu sekolah kami menerima seorang siswi yang memiliki kekurangan dalam hal
pendengaran dan wicara , boleh dikatakan hampir tuna rungu , bicarapun sangat
tidak jelas, sebut saja namanya Sinta . Dalam komunikasi ia dibantu alat
pendengaran dan bahasa isyarat. Karena
kelemahan inilah maka ia minta dijuruskan di kelas IPA. Dalam hal kemampuan
berpikir, ia termasuk anak yang pandai. Saya sangat salut dengan keberanian dan
perjuangannya untuk menuntut ilmu bersama anak-anak lain yang normal. Gambaran
seorang anak tahan uji, ia ingin menjadikan dirinya berguna dan bermakna dalam kehidupannya sehingga iapun
bertahan sampai lulus.
Suatu
hari saya diminta menemui kepala sekolah, dalam pembicaraan yang cukup singkat beliau meminta saya untuk
membimbing belajar Sinta
khususnya diluar jam sekolah. Saya sempat terdiam berpikir
sejenak, ada dua hal yang muncul di pikiran, pertama menurut peraturan , guru
tidak diperbolehkan memberi privat siswa sendiri dan yang kedua dengan cara apa
saya harus membantu dia, sedangkan komunikasi saja tidak lancar. Agaknya kepala
sekolah tahu yang saya pikirkan, lalu katanya : “Saya mengijinkan ibu untuk
memberinya privat , cobalah bu, saya percaya ibu bisa melakukannya, karena Sinta dan orangtuanya
telah memilih ibu.”
Akhirnya saya bersedia dan keluar dari ruang kepala sekolah dengan berbagai
perasaan berkecamuk di hati.
Pada awalnya pertemuan tampak kaku,
kami lebih sering berkomunikasi lewat tulisan atau gambar di atas kertas. Materi
pelajaran fisika yang saya ajarkan menjadi semakin sulit , pembelajaran
berjalan lambat dan Sinta pulang dengan membawa sedikit pengetahuan saja. Malam
itu sambil beristirahat, saya berpikir untuk mencari cara agar pembelajaran
berjalan lancar. Dalam doapun saya mohon agar diberi tuntunan. Hari berikutnya
Sinta datang
katanya :”Hoe whu.” Jawabku kepadanya: “Sore Sinta, ayo duduklah.” Sinta mulai
mengeluarkan buku dan alat tulis dari dalam tasnya. Saya mencuri kesempatan
untuk memperhatikan wajah anak itu, dalam hati muncul kekagumanku: “ Sungguh
luar biasa anak ini, ia tidak minder bahkan selalu bersemangat.” Kami mulai lagi terlibat percakapan dengan
bahasa isyarat dan ucapan yang tidak jelas. Menghadapi situasi semacam itu,
kesabaran dan ketekunanku dalam membimbing Sinta sungguh diuji . Suatu
keyakinan terbersit dihatiku : “Barangsiapa berbuat baik dengan ikhlas, akan
mendapat berkat .” Tuhan juga mengajarkan kepada kita untuk mengasihi orang lain tanpa
membedakan, demikian seperti yang tertulis dalam Yohanes 17 : Inilah
perintahKu kepadamu : Kasihilah seorang akan yang lain. Demikian pula dalam
1 Korintus 13:4 tertulis: “Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong.” Ayat-ayat itu
dapat menjadi pegangan didalam pelayananku menjadi seorang guru. Kasih itu pula yang membuat saya bertahan
membimbing Sinta. Hari demi hari kami lalui bersama dan saya melihat banyak
perkembangan terjadi, ia semakin lancar berkomunikasi walaupun tidak jelas,
sesekali ia cerita tentang keluarganya. Sinta mulai merasa nyaman, saya bisa
melihat dari senyumnya. Sinta bisa
menerima pelajaran yang saya berikan, iapun berani menjelaskan suatu konsep
atau latihan soal walau dengan terbata-bata. Melihat semuanya itu, hati saya
merasa sangat senang dan bersyukur pada Tuhan. Setiap pertemuan privat dapat
berjalan lancar, bukan saja membicarakan materi pelajaran tetapi hal-hal lain
tentang kehidupan. Sharing pengalaman dimasa kecil terkadang menjadi selingan
pengusir kejenuhan atau acara televisi juga menjadi obrolan tersendiri yang
membuat dia tertawa. Tanpa sadar saya menjadi terbiasa menggunakan bahasa
isyarat dan mengucapkan sesuatu dengan pelan sambil memperhatikan gerak bibir.
Demikian seterusnya privat itu berlangsung sampai ia
menyelesaikan studinya.
Lama
berselang setelah bertahun-tahun tidak lagi berhubungan dengan Sinta, kisah itu
menjadi kenangan dalam hidup saya. Kisah bersama Sinta menjadi pengalaman hidup
yang mendalam. Tuhan memberikan
pelajaran berharga untuk mengawali perjalanan saya menjadi seorang guru. Tuhan menunjukkan
bahwa menjadi guru bukan pengetahuan saja yang dibutuhkan melainkan hati yang
bisa memberikan cinta. Hingga kini pengalaman itu tak pernah saya lupakan.
Terkadang saat berhadapan dengan siswa, kisah itu saya sharingkan kembali untuk
menggugah semangat, memotivasi agar seseorang tidak mudah jatuh dalam
keputusasaan. Kisah inipun menginspirasi saya untuk mengajar dan mendidik
dengan hati. Banyak peristiwa setelah itu saya alami yang menuntut hati bicara
dan menguji pengorbanan diri. Dalam hati sering bertanya : “ Mengapa Tuhan menempatkan
saya untuk berhubungan dengan anak-anak yang butuh perhatian lebih ?” Saya
yakin, suatu hari pasti ada jawabnya.
Suatu hari belum lama ini, ketika berjalan-jalan
di sebuah mall, saya terkejut dengan tepukan di bahu , saya menoleh saat
seorang wanita menyebut namaku: “ Bhu Leshayi .” Maksudnya Bu Lestari. Saya
terpana dan menatap tajam wanita itu, dengan intonasi agak tinggi jawabku: “
Sinta.” Kami berpelukan seolah melepas kerinduan yang sekian lama terpendam. Sambil
menahan air mata, kataku : “Bagaimana kabarmu, Sinta?” Jawabnya:“ Bhaik Bhu,
nih zhuami dan hanakku.” Sinta memperkenalkan suami dan kedua anaknya padaku.
Sejenak kami terlibat percakapan yang menggembirakan. Sesekali saya melihat
orang-orang di sekitar yang memandang kami dengan heran. Sungguh saya bahagia
dan bersyukur saat itu, betapa luar biasanya Tuhan. Lagi-lagi Tuhan menunjukkan
cintaNya melalui Sinta, Dia karuniai Sinta seorang suami yang normal secara
fisik, seorang anak laki-laki yang tampan dan gadis kecil yang cantik. Setelah beberapa
waktu, merekapun pamit. Kami berpelukan kembali, kuciumi juga kedua anaknya dan
merekapun pergi ditelan kerumunan pengunjung mall. Sambil berjalan saya berdoa
dalam hati : “ Terimakasih ya Tuhan, Kau ijinkan aku ambil bagian dalam
kehidupannya. Sertailah mereka selalu dalam suka maupun duka, amin.” Sejak
pertemuan yang tak terduga itu, saya semakin diteguhkan dalam pelayanan menjadi
seorang guru, profesi yang ternyata tidak mudah bagi kebanyakan orang bila
sungguh-sungguh dihayati. Saya pun percaya bahwa mendidik dengan hati, berbuah
kebaikan.
Pesan
bijak untuk pembaca :“Sinarkan Cinta dan kau dapatkan Cinta.”
Teman- teman
, cerita itu kutulis untuk mengikuti
sebuah lomba menulis cerpen tingkat nasional. Walaupun tidak menduduki
juara, tetapi termasuk kategori cerpen pilihan dan masuk dalam bagian sebuah
buku. Maklum saya bukan seorang penulis , hanya hobby menulis.
Masih banyak
cerita indah kualami selama menjadi guru
yang tidak dapat kuuraikan satu persatu di lembar ini. Hanya satu yang kumau ,
membahagiakan murid muridku.
“ Sinarkan
Cinta dan kau dapatkan Cinta ”
Semoga
profesiku saai ini dan karya – karyaku dapat menjadi persembahan indah bagi
bapak ibu guru dan almamater SMP N 1 Condong Catur. Terimakasih. Tuhan Memberkati.
Apik Iki..crito meneh les..
BalasHapusCritamu detail Les, sangat sedikit ingatanku tentang masa SMP dulu. Siip
BalasHapusAku sudah nenyinarkan, maka aku yakin akan mendapatkan.
BalasHapusYang menaburlah yang akan menuai.
You reap what you sow.
#TKT
Dan kau sudah mendapatkan.
HapusThanks.
#HKT
terinspirasi.. golden memories.... kuat ingatannya.. mbiyen jurusan IPS sma ne.. heheheh argo
BalasHapusternyata guru Fisika... salah dech... ampunnn..
BalasHapusSepertinya ..... ,, Aku kembali d tahun 80 an.
BalasHapusSepertinya ..... ,, Aku kembali d tahun 80 an.
BalasHapusjadi inget gadis kecil berkepang dua...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSi gadiss cantik yg satu ini bener bener lihai merangkai kata ..
BalasHapus.Tari gadis tan 403 ayo tunjukan lg bakatmu kami menunggu.
Teman-teman terimakasih komentnya. Aku tambah termotivasi dan semangat.
BalasHapus