Antara Kenangan, Suka dan Duka Kini ( 2)
Dulu saya sering bercanda dengan Isbakdi. Dia satu
permainan, bersama Ndaru. Dan satu bidang dalam pelajaran ketrampilan. Dia ikut
pingpong. Dia juga ikut elektro. Di dua bidang itu, kami selalu bersama.
Meski tidak selalu dalam sekelas, kita sering bersama dalam pelajaran
ketrampilan itu. Bahkan, kita juga pernah sama-sama kena strap dari Bu
Maria.
Selain mengajar olah raga, Bu Maria juga mengajar
ketrampilan bebas pingpong. Banyak teman di sini. Ada Winarto, Martoyo Basuki,
Isbakdi, Broto dan masih banyak yang lain. Pelajaran ini menempati aula
sekolah. Pesertanya banyak, tetapi meja pingpong yang tersedia hanya tiga
unit. Sehingga, kita harus bergantian untuk memainkannya.
Tatkala ada yang bermain, pasti yang lainnya
menunggu . Meski begitu, Bu Maria bikin aturan, bagi yang menunggu atau
tidak bermain tetap diam di dalam aula. Tidak boleh keluar, kecuali ke
toilet. Itu juga harus izin…
Tetapi, tidak sedikit yang sering mencuri-curi
keluar. Termasuk aku adalah yang sering mencuri-curi untuk keluar. Seringnya
sama Winarto atau Ndaru. Beberapa kali Isbakdi juga pernah ikut.
Kemana kita keluar meninggalkan aula? Hmmm ….kasih tahu nggak yaaa?!!! Kita sering mengintip kelas lain. Siapa sasaran kita ? Para penari……yang diasuh Pak Wahyu.
Isbakdi |
Kemana kita keluar meninggalkan aula? Hmmm ….kasih tahu nggak yaaa?!!! Kita sering mengintip kelas lain. Siapa sasaran kita ? Para penari……yang diasuh Pak Wahyu.
Ndaru memang teman paling usil di grup
pingpong. Anaknya kecil, ia lelaki tetapi cerewetnya kayak perempuan.
Suaranya melengking. Ia sering di luar control kalau berteriak. Tak jarang ia
kena tegur Bu Maria. Bukan hanya itu. Ndaru orangnya super aktif, tidak pernah
bisa diam. Ia suka bercanda. Ia juga suka mengejek teman-temannya tanpa beban.
Karena itu, ia sering kena jewer . Tetapi ia tidak pernah kapok. Malahan
mungkin Bu Maria yang bosan menjewer Ndaru.
Untuk urusan mengintip penari, Ndaru punya istilah
keren waktu itu . Nginjen dhere !!! Dhere adalah anak ayam yang sedang beranjak
dewasa. Aku sendiri tidak pernah bertanya, mengapa namanya dhere. Sepertinya,
kita sepakat saja dengan istilah itu. Untuk beraksi, kita selalu melihat
kapan Bu Maria lengah. Atau kapan Ibu Maria masuk ke ruang Kantor.
Biasanya, kami memang sering ditinggal.
Saat-saat seperti itulah kita beraksi. Jika anak
yang ikut banyak, tidak semua beraksi. Ada sebagian yang menjaga gang,
kalau-kalau bu Maria datang. Tidak mudah mengintip penari yang sedang berlatih.
Karena jendela kelas cukup tinggi. Ketinggian kita belum mencapai batas
jendela itu. Meski begitu, ada aja cara untuk bisa memuluskan aksi.
Mungkin karena bermasalah dengan ketinggian,
sering membuat gaduh di luar. Karena itu sering membuat marah guru nari. Pak
Wahyu yang gondrong dan jarang tersenyum itu tidak membuatnya kami takut. Kalau
pun Pak Wahyu marah, paling kita tinggal lari. Mungkin, pak Wahyu cukup jengkel
dengan ulah kita. Melaporlah ia ke Bu Maria.
Inilah awal petaka. Suatu ketika, aku tidak melihat
Bu Maria di aula. Aku pikir dia keluar. Maka aku ajak Winarto dan Ndaru. “Ayo
dhere…dhere..” kataku. Winarto menanggapi ajakan ku. Namun, tanpa
menunggu panjang, aku keluarlah aula. Aku tidak lagi mempedulikan winarto.
Mulailah aku beraksi.
Saat kepala ku sudah masuk di sela-sela
jendela yang setengah terbuka, semuanya masih aman. Aku bisa
leluasa melihat punggung para penari. Maklum, karena kami melihatnya dari
jendela belakang. Jadi hanya bisa melihat bagian belakangnya. Punggunnya, ke
bawah pantatnya sedang berlenggok. Kalau para penari itu melakukan gerakan
memutar baru kita bisa melihat wajahnya….serrrrr kalau kita melihat
penari yang kita taksir waktu itu.
Tentu tidak bisa berlama-lama mengintip seperti itu.
Serasa sudah cukup lega maka selesai lah sudah. Demikian juga aku. Usai
mengintip, aku bergegas ke aula. Tetapi apa yang terjadi. Semua gerak-gerik ku
diikuti bu Maria. Bisa dibayangkan saat itu, Bu Maria berdiam saja
tampangnya sudah galak. Bagaimana kalau dia sudah marah, Pasti lebih galak.
Demikian juga dengan kejadian saat itu. Usai
mengintip aku bergegas kembali ke aula. Namun, rupanya, Bu Maria sengaja
menghadangku di depan pintu aula. Aku kaget, takut, entahlah…aku bingung waktu
itu. Sesampaikan di depan pintu, Bu Maria menghadik “ Dari mana kamu ?’’ dengan
mata melotot.
“Waduuuh,” kataku dalam hati. Jangan-jangan Bu Maria
tahu ya aku barusan mengintip. Lagi-lagi aku ketakutan. Lagi-lagi aku
kebingungan mau menjawab apa. Mau bohong….nggak berani. Mau jujur… malu. “Hayo
jawab, dari mana,” kata bu Maria sembari memegang telinga ku. Aku semakin
ketakutan. Bibir ku bergetar. Semakin aku diam,semakin kencang Bu Maria menarik
telingaku.
Aku mulai kesakitan. “Jawab…..”, gertaknya. Aku
terkaget-kaget saat itu. Tanpa aku sadari aku menjawab, “Nginjen dherrrr e Bu,”
kataku. “ Apaaaaa….?! “ gertak Bu Maria sambil menarik telinga ku
makin kencang. “Ampun-ampun dherree bu,” kata ku. Entah karena apa,
sepertinya Bu Maria sedikit menahan tawa. Lalu ia bertanya,” dimana
ada dhere, ayo tunjukan ke Ibu,” katanya. Aku hanya terdiam. Lantasia ia
bertanya lagi,”Kamu tahu dheree itu apa ?”.
Lagi-lagi aku terdiam. Bu Maria seperti hilang
kesabaran. “Sekarang tunjukan dhere mu siapa,” kata Bu Maria. Aku kaget.
Semakin diam. Takut. Tapi juga malu. “Enggak ada bu. Aku cuma main-main
aja.” Sepertinya aku mulai ketakutan. Mungkin saking takutnya, mataku
mulai memerah. Tidak sadar aku mau nangis. “Bu saya minta maaf. Saya
Salah,…..,” kataku. Bu Maria rupanya hanya menunggu permintaan maaf itu.
Buktinya setelah minta maaf aku dipersilakan masuk ke aula lagi.
Tak lama kemudian, Bu Maria mengumpulkan semua anak.
Bu Maria seperti marah. Semua kena amarahnya. Ia akhirnya ia
mengaku, kalau selama ini sering mendapat complain dari Pak Wahyu, kalau anak
asuhnya suka mengintip. Suka mengganggu. “Ibu tidak mau lagi mendengar kalian
berkeliaran seperti anak-anak liar…..bla…bla.”
Kami semua hanya terpaku diam, mendengar omelan ibu
Maria. “Kamu, Ibu strap. Selama kompetisi, jika kamu tidak main, kamu
jadi wasit. Kamu menghitung skor teman kamu yang sedang main,” kata Bu Maria
sambil mengacungkan jari telunjuknya ke muka ku. Aku diam menunduk. “Ngerti…,”
kata Bu Maria. “Iya bu…..,” kataku. Dan semenjak itu, aku menjalani hukuman ku
sampai kompetisi selesai. Ini semua gara-gara nginjen dhereeeee!!!! Dan jangan
pernah bertanya, siapa dhere nya,…. (bersambung )
Auri.. pengakuan ni yee critane ...setelah sekian lama....
BalasHapussiapa tuuh dhere nya.....? masih PR lo
Lah Bu Maria aja gak tak jawab wkwkwk
Hapushambok ngajak aku ry... dhere sing paling bening sopo yo?
BalasHapusDere Cc Memang cantik cantik tp dere daerah endi Tin?
BalasHapusKulonan
Wetanan
Kidulan
Loran
Opo mlh ko patang nggon.....waulohualam.
Hanya Atin yg tahu....
Hmmm tengah an ra ono nass??
BalasHapus