Rabu, 26 Oktober 2016

Antara Kenangan, Suka dan Duka Kini (2) by AurY JaYa

Antara Kenangan, Suka dan Duka Kini ( 2)

Dulu saya sering bercanda dengan Isbakdi. Dia satu permainan, bersama Ndaru. Dan satu bidang dalam pelajaran ketrampilan. Dia ikut pingpong. Dia juga ikut elektro. Di dua bidang itu, kami selalu bersama.  Meski tidak selalu dalam sekelas, kita sering bersama dalam pelajaran ketrampilan itu.  Bahkan, kita juga pernah sama-sama kena strap dari Bu Maria.

Selain mengajar olah raga, Bu Maria juga mengajar ketrampilan bebas pingpong. Banyak teman di sini. Ada Winarto, Martoyo Basuki, Isbakdi, Broto dan masih banyak yang lain. Pelajaran ini menempati aula sekolah.  Pesertanya banyak, tetapi meja pingpong yang tersedia hanya tiga unit. Sehingga, kita harus bergantian untuk memainkannya.

Tatkala ada yang bermain, pasti yang lainnya menunggu .  Meski begitu, Bu Maria bikin aturan, bagi yang menunggu atau tidak bermain tetap diam di dalam aula. Tidak boleh keluar,  kecuali ke toilet. Itu juga harus izin…

Tetapi,  tidak sedikit yang sering mencuri-curi keluar. Termasuk aku adalah yang sering mencuri-curi untuk keluar. Seringnya sama Winarto atau Ndaru.  Beberapa kali Isbakdi juga pernah ikut.
Isbakdi

Kemana kita keluar meninggalkan aula? Hmmm ….kasih tahu nggak yaaa?!!! Kita sering mengintip kelas lain. Siapa sasaran kita ? Para penari……yang diasuh Pak Wahyu.

Ndaru memang teman paling usil di grup pingpong.  Anaknya kecil, ia lelaki tetapi cerewetnya kayak perempuan. Suaranya melengking. Ia sering di luar control kalau berteriak. Tak jarang ia kena tegur Bu Maria. Bukan hanya itu. Ndaru orangnya super aktif, tidak pernah bisa diam. Ia suka bercanda. Ia juga suka mengejek teman-temannya tanpa beban. Karena itu, ia sering kena jewer .  Tetapi ia tidak pernah kapok. Malahan mungkin Bu Maria yang bosan menjewer Ndaru.

Untuk urusan mengintip penari, Ndaru punya istilah keren waktu itu . Nginjen dhere !!! Dhere adalah anak ayam yang sedang beranjak dewasa. Aku sendiri tidak pernah bertanya, mengapa namanya dhere. Sepertinya, kita sepakat saja dengan istilah  itu. Untuk beraksi, kita selalu melihat kapan Bu Maria lengah. Atau kapan Ibu Maria masuk ke ruang Kantor.  Biasanya, kami memang sering ditinggal.


Saat-saat seperti itulah kita beraksi. Jika anak yang ikut banyak, tidak semua beraksi. Ada sebagian yang menjaga gang, kalau-kalau bu Maria datang. Tidak mudah mengintip penari yang sedang berlatih.  Karena jendela kelas cukup tinggi. Ketinggian kita belum mencapai batas jendela itu. Meski begitu, ada aja cara untuk bisa memuluskan aksi.

Mungkin karena  bermasalah dengan ketinggian, sering membuat gaduh di luar. Karena itu sering membuat marah guru nari. Pak Wahyu yang gondrong dan jarang tersenyum itu tidak membuatnya kami takut. Kalau pun Pak Wahyu marah, paling kita tinggal lari. Mungkin, pak Wahyu cukup jengkel dengan ulah kita. Melaporlah ia ke Bu Maria.

Inilah awal petaka. Suatu ketika, aku tidak melihat Bu Maria di aula. Aku pikir dia keluar. Maka aku ajak Winarto dan Ndaru. “Ayo  dhere…dhere..” kataku. Winarto menanggapi ajakan ku.  Namun, tanpa menunggu panjang, aku keluarlah aula. Aku tidak lagi mempedulikan winarto. Mulailah aku beraksi.

Saat kepala ku sudah masuk di sela-sela jendela  yang setengah  terbuka, semuanya masih aman.  Aku bisa leluasa melihat punggung para penari. Maklum, karena kami melihatnya dari jendela belakang. Jadi hanya bisa melihat bagian belakangnya. Punggunnya, ke bawah pantatnya sedang berlenggok. Kalau para penari itu melakukan gerakan memutar baru kita bisa melihat wajahnya….serrrrr  kalau kita melihat penari yang kita taksir waktu itu.

Tentu tidak bisa berlama-lama mengintip seperti itu. Serasa sudah cukup lega maka selesai lah sudah. Demikian juga aku. Usai mengintip, aku bergegas ke aula. Tetapi apa yang terjadi. Semua gerak-gerik ku diikuti bu Maria.  Bisa dibayangkan saat itu, Bu Maria berdiam saja tampangnya sudah galak. Bagaimana kalau dia sudah marah, Pasti lebih galak.

Demikian juga dengan kejadian saat itu. Usai mengintip aku bergegas kembali ke aula. Namun, rupanya, Bu Maria sengaja menghadangku di depan pintu aula. Aku kaget, takut, entahlah…aku bingung waktu itu. Sesampaikan di depan pintu, Bu Maria menghadik “ Dari mana kamu ?’’ dengan mata melotot.

“Waduuuh,” kataku dalam hati. Jangan-jangan Bu Maria tahu ya aku barusan mengintip.  Lagi-lagi aku ketakutan. Lagi-lagi aku kebingungan mau menjawab apa. Mau bohong….nggak berani. Mau jujur… malu. “Hayo jawab, dari mana,” kata bu Maria sembari memegang telinga ku. Aku semakin ketakutan. Bibir ku bergetar. Semakin aku diam,semakin kencang Bu Maria menarik telingaku.

Aku mulai kesakitan. “Jawab…..”, gertaknya. Aku terkaget-kaget saat itu. Tanpa aku sadari aku menjawab, “Nginjen dherrrr e Bu,” kataku.  “ Apaaaaa….?! “  gertak Bu Maria sambil menarik telinga ku makin kencang.  “Ampun-ampun dherree bu,” kata ku. Entah karena apa, sepertinya Bu Maria  sedikit menahan tawa.  Lalu ia bertanya,” dimana ada dhere, ayo tunjukan ke Ibu,” katanya. Aku hanya terdiam. Lantasia ia  bertanya lagi,”Kamu tahu dheree itu apa ?”.

Lagi-lagi aku terdiam. Bu Maria seperti hilang kesabaran. “Sekarang tunjukan dhere mu siapa,” kata Bu Maria. Aku kaget. Semakin diam. Takut. Tapi juga malu. “Enggak ada bu. Aku  cuma main-main aja.” Sepertinya aku mulai ketakutan. Mungkin saking takutnya,  mataku mulai memerah. Tidak sadar aku mau nangis. “Bu saya minta maaf. Saya Salah,…..,” kataku. Bu Maria rupanya hanya menunggu permintaan maaf itu.  Buktinya setelah minta maaf aku dipersilakan masuk ke aula lagi.

Tak lama kemudian, Bu Maria mengumpulkan semua anak. Bu  Maria seperti marah.  Semua kena amarahnya. Ia akhirnya ia mengaku, kalau selama ini sering mendapat complain dari Pak Wahyu, kalau anak asuhnya suka mengintip. Suka mengganggu. “Ibu tidak mau lagi mendengar kalian berkeliaran seperti anak-anak liar…..bla…bla.”


Kami semua hanya terpaku diam, mendengar omelan ibu Maria. “Kamu, Ibu strap. Selama kompetisi,  jika kamu tidak main, kamu jadi wasit. Kamu menghitung skor teman kamu yang sedang main,” kata Bu Maria sambil mengacungkan jari telunjuknya ke muka ku. Aku diam menunduk. “Ngerti…,” kata Bu Maria. “Iya bu…..,” kataku. Dan semenjak itu, aku menjalani hukuman ku sampai kompetisi selesai. Ini semua gara-gara nginjen dhereeeee!!!! Dan jangan pernah bertanya, siapa dhere nya,…. (bersambung )

5 komentar:

  1. Auri.. pengakuan ni yee critane ...setelah sekian lama....
    siapa tuuh dhere nya.....? masih PR lo

    BalasHapus
  2. hambok ngajak aku ry... dhere sing paling bening sopo yo?

    BalasHapus
  3. Dere Cc Memang cantik cantik tp dere daerah endi Tin?
    Kulonan
    Wetanan
    Kidulan
    Loran
    Opo mlh ko patang nggon.....waulohualam.
    Hanya Atin yg tahu....

    BalasHapus

Halan-Halan Healing Horeg Heboh [5H]

Daripada, daripada.. mendingan jalan-jalan ngudoroso menikmati keindahan ciptaan Tuhan. 11 Agustis 2024, bersama teman-teman ke Magelang.  s...