Hati Seorang Sahabat
Saat hatiku risau karena merindu , kubawa dalam doaku.
Tuhan pertemukan aku dengannya, aku kangen banget. Please Tuhan, pertemukan aku
dengannya walau sekali saja.
Kubayangkan saat – saat aku bertemu dengannya nanti, oh pasti sangat
bahagia. Sejenak lamunanku kembali ke masa silam merunut kembali kenangan
bersamanya. Aku terdiam bingung , bagaimana aku bisa bertemu dengannya. Kubuka
HP ku , tiba-tiba “ eh ada nama baru muncul , Zaitun yang akrab dipanggil Nia
“. Dia japri aku, katanya :“ Lest ,
pengen banget ketemu Pak Wahyu to “,
jawabku :“ iya ,tapi nggak ada teman dan beliau sudah pulang dari rumah
sakit, aku tidak tahu rumahnya “. Aku
mau temani Lest, tapi tunggu ya, aku cari dulu yang bisa nyetir. “ Makcless rasanya “. Terimakasih banyak Nia,
iya aku tunggu jawabmu. “ Lest , kalau bisa japri teman yang lain, biar nggak
sepi “. Ok, jawabku penuh gembira. “ Tuhan ,terima kasih Engkau jawab doaku dan aku yakin semuanya akan lancar saja
“. Sabtu sore itu , aku langsung ke
gereja dulu sambil menunggu kepastian dari Nia.
Hallo Lest, dah beriiis
semua, kata Nia ceria. Aku siap temani kamu, Yokanan juga mau ikut. “ Makasih
banget ya Nia, engkau sungguh baik hati, kau relakan harimu demi aku “. Sama-sama Lest, kita kan teman. Oh...so sweeet. Kembali aku bersyukur pada
Tuhan. Setelah menyiapkan segala sesuatu untuk acara besuk, aku istirahat
dengan hati gembira. Tergoda hatiku untuk tengok-tengok WA grup C4 ( Cah Cah
Con Cat ) , hm... jari-jari dan hatiku gatal untuk nimbrung. Dan ternyata...ha
ha ha , hanya empat women saja sanggup
mengocok perut sampai larut malam. Perut
sampai kaku, pipi sampai keju ...eit ada yang sampai lari ga kuat nahan.... cuuur. Yang monitorpun sampai terpingkal pingkal ,
sesekali muncul kasih semangat. Wah... tambah edyaaaan. Sampai akhirnya sebelum ngelantur jauh, dua
malaikatku yang sejak tadi monitor datang pada saat yang sama. “ Bobok sayang,
dah malam, kog on line terus, katanya besuk mau ke Yogya “. Ya ya ya
, habis aku nggak bisa tidur , nimbrung aja. Aku tutup Hp dan mulai
tidur sambil tersenyum. Suara lembut menutup
malamku “ Met bobok sweetie “.
Pagi hari , Nia bersama
puteranya sampai di rumahku . Hai Lest, suaranya ceria dan kami berpelukan layaknya
saudara kandung yang lama tak bersua.
Hm... bahagia banget rasanya.
Setelah pamit ortu, kamipun berangkat menjemput Yokanan. Perjalanan
lancar,mas Afif putera Nia ternyata menguasai medan. Kamipun bertemu Yokanan dengan gembira .
Di sepanjang perjalanan kami bercanda, bercerita apa saja mengenang masa silam. Yokanan selalu tertawa dan tersenyum seakan heran, kog Lestari sekarang jadi gini, beda banget, satu yang tidak berubah , lincah dan ceriwis. “ Yang selalu aku ingat, kamu pinter banget Lest, katanya “. Tersanjung aku Yo, tapi aku tetap nggak bisa kalahkan Handoyo dan Elisabeth, hmmm dan masih banyak lagi yang dia katakan tentang aku. Maklum sudah 33 tahun baru ketemu sekarang.
Di sepanjang perjalanan kami bercanda, bercerita apa saja mengenang masa silam. Yokanan selalu tertawa dan tersenyum seakan heran, kog Lestari sekarang jadi gini, beda banget, satu yang tidak berubah , lincah dan ceriwis. “ Yang selalu aku ingat, kamu pinter banget Lest, katanya “. Tersanjung aku Yo, tapi aku tetap nggak bisa kalahkan Handoyo dan Elisabeth, hmmm dan masih banyak lagi yang dia katakan tentang aku. Maklum sudah 33 tahun baru ketemu sekarang.
Perjalanan menuju ke rumah Bp. Wahyu semakin lancar
karena ada Yokanan yang pernah berkunjung sebelumnya. “ Permisi....permisi, Pak
Wahyu “, suara kami memanggil dari luar pagar rumah beliau. Akhirnya Ibu Wahyu membuka pintu dan kamipun
masuk. Sebentar kemudian bapak Wahyu
keluar menemui kami. “ Pak Wahyu .. ini Lestari pak, ingat nggak pak ‘, yo
ingat to mbak Tari “. Waow...makclees rasanya, masih diingat bapak wali kelas
yang sangat dekat dengan anak-anak.
Kamipun asyik terlibat pembicaraan ringan
yang tak berujung pangkal. Kami saling mengabarkan “ bab yang hilang” dan
terlewatkan dari buku sejarah hidup ini.
Kulihat kegembiraan di raut wajah bapak Wahyu dan Ibu. Akupun merasa
puas dan senang yang terkatakan. Waktupun semakin siang dan kami berpamitan. “
kami pulang dulu ya pak, semoga bapak
selalu gembira dan sehat “. Tak kuasa air mataku menetes saat aku dipeluk erat
dan dicium di kedua pipiku, seolah aku sedang dipeluk oleh bapakku sendiri. Oh
Tuhan ...tiada kata yang terindah “ terimakasih “. Kamipun pergi untuk makan siang.
Panas yang menyengat hari itu tak menyurutkan semangat
kami untuk melanjutkan perjalanan menuju ke candi Gebang . Nia , Yoka lihat itu di sana. “ Apa to Lest...?”. Itu lho yang di bawah pohon, sengak –sengok
nggak tahu malu , tempat umum lho ini. Yokanan dan Nia yang kemudian melihatnya
, tertawa ngakak. “ Lest...Lest kamu kog yo tajam melihatnya, padahal masih di
dalam mobil “, mata elang Yo, jawabku sekenanya. Kami segera turun untuk sesi
pemotretan ala artis, ha ha ha. Nggak peduli panas... yang penting happy.
Tiba-tiba Nia berkata : “ Yoka, Lestari , ini aku dijapri Fembri ... Isbakdi
opname di RS Sardjito , gimana apa dijenguk sekalian “. Ok siap , jawabku semangat dan Yokananpun
setuju. Kami bergegas menuju ke RS. Sardjito.
Petugas jaga pintu melarang kami masuk berempat
walaupun aku sudah berusaha merayunya. “ Maaf bu, sudah di luar jam besuk ,
katanya “. Akhirnya hanya aku dan Nia yang menemui Isbakdi. Sampai di kamar, ternyata Fembri sudah pamit
dan Isbakdi senang bercampur heran. “ Kalau sama mbak Nia, aku masih ingat...
tapi yang ini ????? “, begitu kata Isbakdi. “ Aku Lestari ... dulu kita belum
pernah satu kelas “, demikian aku memperkenalkan diri. Terjadi obrolan diantara
kami dan juga istri Isbakdi, tampak dari wajahnya kalau dia terhibur.
Sesekali
dia menceritakan sakit yang dialaminya, kanker usus. Setelah beberapa saat kami
mau undur diri, “ Isbakdi, apa boleh aku berdoa untukmu ?”, oya Lest. Kuraih
dan kugenggam erat kedua tangan Isbakdi , ku bawa dia dalam doa menurut caraku. Oh Tuhan... salurkanlah berkatMu untuk
temanku ini. Berilah dia kekuatan untuk menjalaninya, ringankanlah
penderitaannya. Engkau penyelenggara hidup ini, kami hanya bisa berserah
padaMu. Serasa dadaku bergetar dan tanganku gemetar , ada yang tidak aku
mengerti terjadi saat itu. Hening sesaat, aku tutup doaku. Kutatap matanya dan kuyakinkan dia: “ Isbakdi
, dalam Nama Tuhan, percayalah kamu akan disembuhkan dan sehat kembali “.
Diapun mengucapkan doa menurut caranya. “ Terimakasih ya mbak Lestari, katanya
dengan wajah senang “. Kulepaskan
tanganku dan kamipun pamit.
Hari ini adalah hari yang luar biasa bagiku. Bertemu
guru yang baik, teman yang baik, cuaca yang baik dan semuanya terasa baik,
sempurna. Sudah cukup bagi kami mengisi hari itu walau rasanya masih ingin ngobrol lebih
lama. Kami antar Yokanan pulang “
makasih ya Yo sudah meluangkan waktu
temani kami, lain waktu ketemu lagi”.
Ya, sama-sama Nia, Lestari dan mas Afif , kata Yokanan sambil
melambaikan tangannya. Kami melanjutkan
perjalanan menuju ke rumahku ,” Nia , aku sangat berterimakasih atas
kebaikanmu, semua ini terjadi karenamu, lain waktu ketemu lagi ya ... lemah teles , Gusti sing mbales “. Iya Lestari , sama-sama aku yo seneng ...
begitu kata Nia “. Oya terimaksih juga
mas Afif, sukses ya.., sama –sama tante Tari, begitu katanya kemudian merekapun
pamit. Masih cukup waktu bagiku untuk
bincang – bincang dengan ortu dan adikku sebelum akhirnya aku kembali pulang ke
Solo. “ Terimakasih Tuhan , Engkau
sungguh baik hati melalui orang – orang di sekitar kami “.
Senin,
17 Oktober 2016
Tari
Itulah teman ,sahabat kadang datang disaat kita sedang membutuhkan dan diluar nalar
BalasHapusSemua kehendakNya. Dan kita sepatutnya berterimaksih bersyukur dan bersyukur bahwa kita dipertemukan kembali.
Betul Nasri yang kamu katakan.
BalasHapusTerimakasih ya...
Perlu anjangsana ke guru guru yg sudah pensiun.. Bentuk kepedulian kita..
BalasHapusMereka adalah pahlawan2 kita yg sangat berjasa bagi kita.